Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

Work Hours
Monday to Friday: 7AM - 7PM
Weekend: 10AM - 5PM

Sepekan Dunia Pertambangan

Informasi Dunia Pertambangan Indonesia dan Luar Negeri dalam Sepekan Terakhir

Perguruan Tinggi dan UMKM Didorong Jadi ‘Mitra Kerja’ Ketimbang Kelola Tambang

WACANA pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada Perguruan Tinggi dan UMKM masih menjadi perbincangan hangat serta menimbulkan pro dan kontra. Alih-alih mengelola konsesi sendiri, mereka didorong untuk berperan sebagai mitra kerja perusahaan tambang.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, menyebut bahwa terdapat banyak program yang relevan bagi UMKM di berbagai perusahaan tambang. Misalnya, UMKM dapat berperan sebagai penyedia jasa penunjang operasional atau terlibat dalam pengerjaan pasca-tambang dan bidang lainnya.

“Kalau berbicara UMKM, sebenarnya banyak program. Kita mengajak pengusaha-pengusaha kecil itu untuk bekerja sama. Kita juga masih butuh kontraktor untuk pasca tambangnya, atau membuat kami itu kaya bapak asuh,” ucap Meidy dalam RDPU dengan Baleg DPR RI, dikutip Rabu (29/1).

Dorongan untuk menjadi mitra kerja perusahaan tambang juga berlaku bagi Perguruan Tinggi. Menurut Meidy, Perguruan Tinggi dapat berperan dalam program CSR dan PPM perusahaan tambang, terutama dalam meningkatkan riset teknologi serta memastikan ketersediaan cadangan dan sumber daya. Dengan demikian, keterlibatan Perguruan Tinggi tetap sejalan dengan tujuan pendidikan.

“Kemudian untuk Perguruan Tinggi, perusahaan punya program CSR dan PPM. Kenapa gak diajak untuk kerja sama untuk dilakukan riset sehingga mereka fokus kepada pendidikan dan bagaimana pengembangan riset teknologi atau cadangan kita yang saat ini lagi butuh-butuhnya. Sebetulnya itu yang harus diangkat,” beber Meidy.

Pembagian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada Perguruan Tinggi tercantum dalam materi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 51A Ayat 1, yang menyebutkan bahwa WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi melalui mekanisme prioritas.

Sementara itu, wacana pemberian WIUP kepada UMKM diatur dalam Pasal 51, yang menyatakan bahwa WIUP mineral logam atau batu bara dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, perusahaan perseorangan, badan usaha kecil dan menengah, atau badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan melalui mekanisme lelang atau pemberian prioritas.

Menurut Meidy, pemberian WIUP kepada perguruan tinggi, UMKM, maupun organisasi kemasyarakatan keagamaan, terutama dengan penekanan pada mekanisme “prioritas,” dinilai tidak adil. Ia berpendapat bahwa aspek finansial, profesionalisme, dan teknik operasional lebih dimiliki oleh perusahaan yang saat ini telah menjalankan kegiatan pertambangan. Oleh karena itu, ia berharap ketentuan dalam pasal-pasal tersebut dapat dikaji ulang.

“Kami merasa ini sangat amat gak fair karena ada kata-kata prioritas. Kami punya aspek finansialnya, aspek profesionalisme dalam pertambangannya, kami sedang berjalan, punya kapabilitasnya, tapi kenapa ada pihak lain ‘yang belum punya pengalaman’ tidak mumpuni secara finansial, tidak mumpuni secara skil kok ada bahasa prioritas. Mungkin ini bisa dikaji bapak ibu ya,” tegasnya. 

Sumber: tambang.co.id, 29 Januari 2025

Produksi Ukraina Anjlok 74% Karena Perang, Harga Batu Bara Melesat

HARGA batu bara menguat setelah prospek ekonomi sejumlah negara konsumsi terbesar diprediksi akan meningkat pada 2025. Selain itu, ada penurunan produksi salah satu produsen utama batu bara di Eropa, yakni Ukraina.

Berdasarkan data Barchart, harga batu bara dunia acuan Newcastle pada perdagangan Rabu (29/1/2025) tercatat di US$116,05 per ton, naik 1,14% dari posisi sebelumnya.

Bank Dunia merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada2025 hingga 2026. Hasilnya beberapa negara konsumen utama batu bara mengalami peningkatan pertumbuhan, seperti India dan Afrika Selatan.

Bank Dunia memperkirakan ekonomi India akan tumbuh 6,7% pada 2025, lebih baik dibandingkan proyeksi pertumbuhan pada 2024 sebesar 6,5%.

Sementara Afrika Selatan diprediksi akan mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 1,8% pada 2025, dibandingkan 0,8% pada 2024.

India adalah konsumen batu bara terbesar kedua dengan pangsa pasar sekitar 11,3% dunia. Sementara Afrika Selatan terbesar ketujuh dengan pangsa pasar 2,4%.

Pertumbuhan ekonomi yang membaik meningkatkan optimisme permintaan listrik untuk industri, di mana India dan Afrika Selatan masih banyak membutuhkan batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi. Sehingga ada harapan permintaan batu bara dunia yang mengerek harga.

Walaupun demikian pertumbuhan ekonomi China dan negara maju lainnya, termasuk Jerman dan Amerika Serikat, diperkirakan akan mengalami penurunan laju ekonomi pada 2025. Hal ini sebagai penghambat harga batu bara untuk naik lebih tinggi.

Di sisi lain, produksi batubara kokas Ukraina anjlok sebesar 74% di antara 2013 hinga 2024. Sementara pada rentang tahun yang sama produksi kokas turun hampir 85%.

Impor batubara kokas menurun 89% selama periode ini, didorong oleh penurunan produksi baja, meskipun impor kokas telah kembali ke tingkat pada 2013.

Sebelum perang, Ukraina merupakan salah satu dari hanya empat negara di dunia yang mandiri dalam bahan baku untuk produksi baja, termasuk batubara, kokas, bijih besi, bijih mangan, dan ferroalloy.

Pada 2013, tambang-tambang di Ukraina menghasilkan 23,7 juta ton batubara kokas. Beberapa tambang, seperti Krasnodonvugillya, Tambang Zasyadko, Makiyivvugillya, dan Tambang Donbas, yang terletak di wilayah yang tidak dikuasai di daerah Donetsk dan Luhansk, secara kolektif menghasilkan 8,6 juta ton batubara kokas.

Selama tahun 2022-2024, pasukan militer Rusia menghancurkan fasilitas-fasilitas penting, termasuk Azovstal, yang memiliki kapasitas produksi batu bara kokas 1,2 juta ton.

Serta tambang pengolahan batu bara Kokas Avdiyivka, yang dulunya merupakan salah satu terbesar di Eropa. GMK Center memperkirakan bahwa Ukraina kehilangan sekitar 64% kapasitas produksi kokasnya antara tahun 2014 dan 2024.

Ukraina sendiri adalah produsen batu bara terbesar kelima di Eropa (selain Rusia). Ini berarti Ukraina memiliki peran penting menyuplai kebutuhan batu bara di Benua Biru. CNBC INDONESIA RESEARCH (ras/ras)

Sumber: cnbcindonesia.com, 30 Januari 2025

RI Bakal Hilirisasi 28 Komoditas, Butuh Duit Sampai Rp 10.028 Triliun!

MENTERI Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pemerintah bakal menggenjot program hilirisasi terhadap 28 komoditas di berbagai sektor.

Ia pun memproyeksikan kebutuhan investasi untuk merealisasikan program tersebut hingga tahun 2040 mencapai US$ 618 miliar atau Rp 10.028 triliun (asumsi kurs Rp 16.227 per US$).

“Kami menghitung dari 28 komoditas itu sebesar US$ 618 miliar sampai dengan 2040,” ungkap Bahlil dalam acara Beritasatu Outlook 2025, Kamis (30/1/2025).

Bahlil memerinci, hilirisasi ini mencakup sektor kehutanan, pertanian, perikanan, minyak dan gas bumi, serta mineral dan batu bara. Menurut dia, hilirisasi menjadi kunci untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional hingga di atas 5%, bahkan mencapai 7-8%.

“Banyak orang bertanya kepada saya apa cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Saya bilang harus ada trigger-nya. Salah satu trigger pertumbuhan ekonomi kita adalah pohon industri hilirisasi karena itu adalah persoalan penciptaan nilai tambah,” katanya.

Di samping itu, Bahlil membeberkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi melalui Keputusan Presiden (Keppres). Ia pun ditunjuk sebagai Ketua Satgas untuk mengarahkan kebijakan hilirisasi ke depan.

“Kalau ini mampu kita lakukan dengan baik pasti pendapatan per kapita kita naik, GDP kita naik, penciptaan lapangan pekerjaan yang berkualitas naik,” katanya.

Ia lantas mencontohkan keberhasilan hilirisasi pada komoditas nikel. Pada 2017-2018 misalnya, nilai ekspor nikel RI hanya mencapai US$ 3,3 miliar. Namun, setelah adanya hilirisasi, nilai ekspor nikel meningkat berkali kali lipat hingga US$ 33-34 miliar.

“Hanya dalam waktu 5 tahun Bapak-Ibu semua. Ini juga yang membuat Indonesia menjadi negara terbesar yang menyuplai produk daripada nikel, stainless steel, dan baja. Dan ini juga yang mengurangi defisit perdagangan kita antara China dan Indonesia,” tambahnya. (wia)

Sumber: cnbcindonesia.com, 30 Januari 2025

Eropa Penyelamat Batu Bara: Permintaan Meningkat, Harganya Melonjak

HARGA batu bara dunia menguat setelah impor batu bara Eropa secara mengejutkan melonjak di tengah pertumbuhan pesat energi baru terbarukan (EBT).

Berdasarkan Barchart harga batu bara dunia pada perdagangan Kamis (30/1/2025) tercatat di US$116,9 per ton, menguat 0,73% dibandingkan posisi sebelumnya.

Total impor batu bara termal Eropa pada Q4 2024 naik menjadi 8,5 juta metrik ton dibandingkan 5,2 juta metrik ton pada kuartal sebelumnya, menurut data S&P Global Commodities at Sea. Rekor kuartalan sebelumnya adalah 10,8 juta metrik ton pada Q1 2023, menurut data CAS.

Peningkatan impor ini didorong oleh meningkatnya permintaan dari sektor utilitas karena volatilitas harga gas, ditambah dengan produksi tenaga angin yang lebih lemah dan suhu yang lebih rendah dari perkiraan, sehingga meningkatkan tingkat pembakaran batu bara karena margin keuntungan bagi produsen listrik menjadi lebih menarik, menurut pelaku pasar.

Peningkatan permintaan ini tercermin dalam kenaikan harga, di mana harga batu bara CIF ARA 6.000 kcal/kg NAR yang dinilai oleh Platts rata-rata mencapai $117,15/mt dibandingkan $113,45/mt pada kuartal sebelumnya. Namun, harga rata-rata Q4 masih lebih rendah dibandingkan $125,65/mt dari tahun sebelumnya, yang menunjukkan kelemahan penggunaan batu bara termal secara keseluruhan di Eropa.

Di sisi lain, produksi tenaga angin di Uni Eropa tetap stagnan di 477 TWh, meskipun ada dorongan dari pemerintah untuk menambah kapasitas baru. Kondisi angin yang kurang menguntungkan membebani output, menurut laporan dari Ember, sebuah lembaga think tank berbasis di London, pada 23 Januari.

Secara keseluruhan, UE telah menghindari impor 92 miliar MMBtu gas dan sekitar 55 juta metrik ton batu bara keras di sektor listrik sejak akhir 2019, menurut laporan tersebut.

“Gelombang baru penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara sudah di depan mata: 11 negara UE lainnya telah mengumumkan rencana penghentian total batu bara dari bauran listrik mereka dalam lima tahun ke depan. Ini berarti hanya tujuh negara yang masih akan menggunakan batu bara pada 2030, dengan setidaknya 34 GW dari 101 GW kapasitas pembangkit batu bara yang masih beroperasi akan ditutup pada tahun tersebut,” ungkap laporan tersebut. CNBC INDONESIA RESEARCH (ras/ras)

Sumber: cnbcindonesia.com, 31 Januari 2025

Klaim Penurunan Harga Nikel Menguntungkan Indonesia Masih Terlalu Dini

SEBAGAI negara dengan produksi nikel yang mencapai 63% dari total produksi dunia, penurunan harga nikel memiliki dampak besar pada kelangsungan industri nikel mulai dari hulu dan hilir di Indonesia.

Sebelumnya, terkait penurunan harga nikel, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Perkasa Roeslani mengatakan penurunan harga nikel justru menguntungkan Indonesia.

Menurut dia, produk hiliriasi nikel salah satunya baterai untuk kendaraan listrik Electric Vehicle (EV) lebih mudah bersaing dengan baterai EV yang memiliki basis lithium.

“Harga nikel yang turun itu membuat permintaan EV baterai berbasis nikel lebih meningkat,” kata Rosan kepada awak media, Jumat (31/1).

Untuk diketahui, hingga saat ini terdapat dua jenis baterai EV. Yang pertama adalah baterai berbasis nikel disebut dengan baterai NMC atau Nickel-Manganese-Cobalt.Yang kedua adalah baterai EV berbasis lithium, yang disebut dengan baterai LFP atau Lithium-Iron -Phosphate.

Menurut Rosan, penurunan harga nikel akan membuat harga NMC akan bisa lebih bersaing dengan LFP.

“(Permintaan) kendaraan listrik dengan baterai berbasis lithium (LFP) itu kenapa kemarin sempat banyak, karena harga nikel sempat sangat tinggi,” tambahnya.

Tapi apakah penurunan harga nikel serta-merta berdampak pada penurunan harga baterai EV nikel?

Mengutip data dari Trading Economic, harga nikel telah turun US$ 70 per ton atau per metrik ton (MT). Kalau dilihat, dalam persentase telah turun 0,46% sejak awal tahun. Sementara, harga nikel per hari ini, Minggu (02/02) berada pada angka US$ 15.320 per ton.

Jika dirinci, harga ini turun 0,07% dalam kurun waktu satu bulan terakhir. Dan turun 3,32% jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.

Menurut perdagangan contract for Difference (CFD) yang melacak pasar acuan untuk komoditas ini, harga nikel yang  diperdagangkan pada akhir kuartal pertama tahun ini akan turun lagi, menyentuh harga US$ 14.943,68 per ton.

Tren penurunan ini, diperkirakan akan terus berlanjut dengan target harga yang diperdagangkan pada angka US$ 14.116,69 per ton dalam jangka waktu 12 bulan tahun ini.

Melihat penurunan yang terus terjadi dalam salah satu komoditas unggulan mineral ini, pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satyakti mengatakan terlalu dini menyimpulkan penurunan harga akan menguntungkan Indonesia.

“Kita harus melihat dalam jangka pendek dan jangka panjang. Jika kita melihat dampak efisiensi terhadap harga keekonomian, dalam jangka panjang katakanlah 5-10 tahun, karena teknologi yang dibangun saat ini belum tentu sudah mencapai pada titik payback period-nya,” ungkap dia saat dihubungi Kontan, Minggu (02/02).

Persaingan penjualan baterai ungkap Yayan, berhubungan dengan seberapa kuat baterai berbasis nikel bisa diterima di pasaran, bukan hanya soal menurunnya harga bahan baku.

“Prospek EV bukan berbasis Nickel Ore, tapi diluar itu, yaitu LFP yang lebih murah. Jadi jangan lah kita terlalu optimis akan hal tersebut,” tambah dia.

Asal tahu saja, LFP menjadi salah satu baterai pilihan di China saat ini, sebab karakteristik yang lebih murah meski daya simpan lebih rendah dibandingkan dengan NMC. LFP juga disebut lebih mendukung jarak tempuh EV China yang mayoritas lebih pendek dibandingkan mobil-mobil EV Eropa yang dirancang untuk menempuh jarak jauh.

“Dampaknya, akan menurunkan kinerja Industri Nikel kita, dan perlu bagi Indonesia untuk segera melakukan switching strategy karena sudah pasti Tiongkok akan melakukan Game Strategy untuk menyerap sisa produksi EV yang ada saat ini,” kata dia.

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia. Menurut dia penurunan harga nikel tidak serta merta membuat harga baterai berbasis nikel menjadi lebih kompetitif.

“Penurunan harga nikel tidak serta merta membuat harga baterai nikel menjadi lebih bersaing, karena sebenarnya banyak faktor lain yang mempengaruhi (harga)-nya,” ungkap dia saat dihubungi Kontan, Minggu (02/02).

Meski begitu, Hendra bilang baterai EV berbasis nikel memiliki beberapa kelebihan dibandingkan lithium. Diantaranya adalah kemampuan untuk didaur ulang sehingga bisa digunakan kembali dan memberikan value added baru.

“Karena, baterai berbasis nikel mempunyai beberapa kelebihan dibanding LFP misalnya daya simpan listrik yang relatif lebih besar dan bisa di-recycle kembali,” tambahnya.

Disisi lain, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar mengatakan penurunan harga nikel memang bisa bisa membuat produk hilir nikel bisa bersaing karena biaya produksi yang lebih murah.

Namun, ia juga mewanti-wanti pemerintah Indonesia agar tidak terlena pada merosotnya harga nikel. Sebab penurunan harga diprediksi akan terjadi pada waktu cukup lama, kecuali ada inovasi teknologi dan industri yang membutuhkan nikel dalam jumlah besar.

“Langkah yang bisa dilakukan memaksimalkan ekspor ke negara negara lain dan memaksimalkan hilirisasi.  Jika industri baterai berbasis nikel mampu bersaing dan permintaan naik, maka dengan sendirinya permintaan dan harga nikel juga akan naik,” katanya. 

Sumber: industri.kontan.co.id, 2 Februari 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *