Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

Work Hours
Monday to Friday: 7AM - 7PM
Weekend: 10AM - 5PM

Sepekan Dunia Pertambangan

Informasi Dunia Pertambangan Indonesia dan Luar Negeri dalam Sepekan Terakhir

Harga Nikel Lesu, Penambang Kian Ditekan Wajib Parkir DHE 1 Tahun

ASOSIASI Penambang Nikel Indonesia (APNI) tegas menolak rencana aturan baru terkait dengan kewajiban penempatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) di dalam negeri, yang diperpanjang dari 3 bulan menjadi 1 tahun.

“Semua menolak. Seluruh asosiasi menolak. Bukan hanya tambang, bukan hanya SDA. Pokoknya [industri] yang [berorientasi] ekspor,” kata Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey saat dihubungi, Senin (20/1/2025).

Meidy mengungkapkan dirinya telah rapat bersama Dewan Ekonomi Nasional terkait dengan rencana kebijakan baru wajib parkir DHE SDA selama 1 tahun.

Dia menegaskan sejumlah asosiasi seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) hingga Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menolak kebijakan tersebut.

Menurutnya, aturan baru itu tidak sebanding dengan jumlah bunga bank yang dibayarkan ketika perusahaan tambang meminjam kredit di perbankan.

Tidak hanya itu, seluruh biaya produksi juga naik imbas penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12%, sedangkan harga nikel makin hari makin menurun.

Kemudian, sektor pertambangan juga diwajibkan mengimplementasikan mandatori biodiesel B40 yang berlaku mulai Februari 2025.

“[Isu] yang paling berdampak kan harga jual turun. Harga bahan baku naik. Cash flow dikunci gitu loh. Risiko kredit macet juga bisa karena nickel processing ini kan very capital intensive,” tutur Meidy.

“Itu kan dana parkir kan [nanti] mati dong [usaha] saya.”

Nikel sepanjang tahun lalu menyentuh rekor terendah dalam empat tahun terakhir setelah sebelumnya diproyeksikan mencapai US$18.000/ton, turun dari perkiraan sebelumnya di level US$20.000/ton, menurut lengan riset dari Fitch Solutions Company, BMI.

Gejala ambruknya harga nikel sudah terdeteksi sejak 2023. Rerata harga saat itu berada di angka US$21.688/ton atau terpelanting 15,3% dari tahun sebelumnya US$25.618/ton. Kemerosotan itu dipicu oleh pasar yang terlalu jenuh ditambah dengan lesunya permintaan.

Hari ini nikel dilego di harga US$16.097/ton di London Metal Exchange (LME), menguat 084% dari penutupan Jumat. 

Segera Terbit

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mensinyalkan aturan baru DHE SDA bisa terbit dalam waktu dekat. Menurut Airlangga, saat ini aturan itu sudah masuk dalam tahap finalisasi.

“DHE sudah tahap final, tidak minggu kemarin, mudah-mudahan minggu [ini],” ujar Airlangga saat ditemui di kantornya, Kamis (16/1/2025).

Plt Direktur Eksekutif  Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia/Indonesian Coal Mining Association (APBI/ICMA) Gita Mahyarani mengatakan, pada dasarnya, penambang akan tetap mengikuti peraturan yang diterapkan pemerintah.

Dia pun menyebut pelaku industri pertambangan di sektor batu bara selama ini juga sudah patuh terhadap mandatori penempatan DHE SDA selama 3 bulan.

“Namun, kiranya jika ada rencana aturan baru, [pemerintah] perlu mempertimbangkan sisi industri dan dampaknya ke seluruh skala penambang,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (10/1/2025).

Gita mengisyaratkan, makin lama rentang parkir DHE SDA di dalam negeri, makin rawan pula gangguan arus kas yang akan dihadapi oleh perusahaan tambang.

Dengan masa wajib penempatan yang akan diperpanjang selama 1 tahun, menurutnya, perusahaan tambang bakal kesulitan menjaga arus kas lantaran mereka tidak bisa memutarkan dana dari penjualan ekspor yang semestinya dapat dipakai untuk pembayaran kontraktor, vendor, dan sebagainya.

“Dengan keterbatasan tersebut, [penambang] juga akan sulit berinvestasi ataupun pembelian alat tambang. Belum lagi kenaikan harga lainnya yg menjadi tanggungan perusahaan,” tuturnya.

Ketentuan tentang penempatan DHE SDA selama ini termaktub di dalam  Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.

Imbas dari aturan tersebut, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyebut cadangan devisa mencapai US$155,7 miliar per Desember 2024; rekor tertinggi sepanjang sejarah. (mfd/wdh)

Sumber: bloombergtechnoz.com, 20 Januari 2025

Usai Ormas, Giliran Perguruan Tinggi & UKM Diusulkan Dapat Izin Tambang

PERGURUAN tinggi dan usaha kecil dan menengah (UKM) berpeluang dapat mengelola wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) mineral dan batu bara, seperti halnya ormas keagamaan.

Prioritas distribusi izin tambang ke perguruan tinggi dan UKM diusulkan untuk diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menyetujui revisi UU Minerba tersebut menjadi usul inisiatif DPR untuk dibawa ke agenda rapat paripurna pada Selasa (21/1/2025).

Pembahasan revisi UU Minerba menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 64/PUU-XVIII/2020 dan Putusan MK Nomor 37/PUU-XIX/2021. Adapun, UU Minerba sudah empat kali diuji di MK dan dua pengujian dikabulkan bersyarat oleh MK.

Namun, selain merevisi UU Minerba sebagaimana yang diperintahkan oleh MK, DPR juga memasukkan sejumlah substansi ke draf RUU Minerba, dengan alasan kebutuhan hukum.

Baleg DPR berniat untuk memasukkan substansi ihwal pemberian prioritas bagi usaha kecil dan menengah (UKM) untuk mengelola lahan tambang dengan luas lahan di bawah 2.500 hektare, pemberian wilayah izin usaha pertambangan kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan, hingga pemberian wilayah izin usaha pertambangan kepada perguruan tinggi.

Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan mengatakan, distribusi izin tambang tersebut bertujuan untuk memberikan manfaat kepada masyarakat.

“Bahwa kesejahteraan rakyat tidak hanya di dalam areal pertambangan itu, masyarakat hanya terkena debu batu bara atau akibat-akibat dari pada eksploitasi mineral dan batu bara, tetapi hari ini merupakan peluang bagi masyarakat di RI sehingga dapat melakukan satu usaha yang secara langsung,” kata Bob dalam rapat pleno penyusunan RUU Minerba, Senin (20/1/2025).

Dalam draf RUU yang ditampilkan tim ahli, pemberian WIUP untuk perguruan tertuang dalam Pasal 51 A.

“WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas,” demikian bunyi pasal tersebut.

Adapun, pemberian WIUP dengan cara prioritas itu dilaksanakan dengan pertimbangan luas WIUP mineral logam, akreditasi perguruan tinggi dengan stastus paling rendah B, dan peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.

Selanjutnya, ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP untuk perguruan tinggi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Sementara itu, aturan mengenai pemberian WIUP mineral logam untuk usaha swasta atau UMKM dengan cara prioritas tertuang dalam Pasal 51 B.

“WIUP mineral logam dalam rangka hilirisasi dapat dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas,” demikian bunyi pasal tersebut.

Pemberian WIUP ini dilaksanakan dengan mempertimbangkan WIUP mineral logam, peningkatan tenaga kerja di dalam negeri, jumlah investasi, dan/atau peningkatan nilai tambah serta pemenuhan rantai pasok dalam negeri dan/atau global.

Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas dalam rangka hilirisasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Lebih lanjut, dalam draf RUU Minerba ini Baleg DPR RI juga mengatur soal pemberian WIUP untuk badan usaha, koperasi, atau perusahaan perorangan. Ini termasuk pemberian WIUP untuk organisasi keagamaan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 51.

“WIUP mineral logam diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perorangan dengan cara lelang atau dengan pemberian prioritas,” demikian bunyi pasal tersebut.

Lelang WIUP untuk badan usaha, koperasi, dan usaha perorangan itu dilaksanakan dengan pempertimbangkan luas WIUP yang akan dilelang, kemampuan adminaistratif/manajemen, kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan, serta kemampuan finansial.

Sementara itu, pemberian dengan cara prioritas dilaksanakan dengan mempertimbangkan luas WIUP, pemberdayaan usaha kecil dan menengah, organisasi keagamaan yang menjalankan fungsi ekonomi, dan peningkatan perekonomian daerah.

Ketentuan lebih lanjut mengenai lelang WIUP mineral logam diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. (Mochammad Ryan Hidayatullah) Editor : Denis Riantiza Meilanova

Sumber: ekonomi.bisnis.com, 21 Januari 2025

Kebijakan Baru DHE Berpotensi Ganggu Ekspor dan Tambah Beban Eksportir

PEMERINTAH akan merevisi kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) dengan mewajibkan eksportir untuk menyimpan 100% devisa hasil ekspornya di Indonesia selama satu tahun.

Kebijakan ini menuai kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk para ekonom, yang menilai bahwa hal ini berpotensi mengganggu kinerja ekspor dan operasional perusahaan eksportir.

Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai kebijakan ini dapat menghambat kinerja ekspor Indonesia. “Ini akan membuat kinerja ekspor mungkin sedikit terhambat karena kemampuan arus kas perusahaan eksportir juga akan berkurang,” ujar Huda kepada Katadata.co.id pada Rabu (22/1).

Menurut Huda, penambahan waktu penyimpanan dan peningkatan persentase DHE SDA akan memberikan beban tambahan bagi eksportir. Hal ini terutama akan memengaruhi eksportir yang juga terlibat dalam impor barang, karena mereka memerlukan likuiditas yang cukup untuk mendukung kegiatan operasional.

“Pengusaha, baik importir maupun eksportir, memerlukan ketersediaan uang cash yang cukup guna operasional usahanya,” ujarnya.

Kekhawatiran Atas Penutupan Perusahaan Ekspor

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin juga mengkritik kebijakan ini. Menurutnya, kewajiban menyimpan 100% devisa hasil ekspor selama satu tahun dapat berujung pada penutupan banyak perusahaan ekspor.

“Ini kebijakan bagus, tapi kalau DHE disimpan 100% selama satu tahun, itu tutup semua nanti eksportir,” ujarnya dalam acara “Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo Bidang Ekonomi.

Wijayanto menjelaskan bahwa devisa hasil ekspor sering kali digunakan untuk membayar utang, membeli bahan baku, dan mendukung operasional perusahaan.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya dialog antara pemerintah dan dunia usaha. “Kalau perlu, formulanya tergantung sektor karena masing-masing sektor memiliki model bisnis yang berbeda,” katanya.

Usulan Penerapan Bertahap

Wijayanto menyarankan agar kebijakan ini diterapkan secara bertahap. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023, eksportir saat ini hanya diwajibkan menyimpan 30% devisa hasil ekspor selama tiga bulan.

“Misal, jadi 30% selama satu tahun atau 50% selama enam bulan. Saya rasa layak dipertimbangkan,” ujarnya.

Pendapat serupa disampaikan oleh Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira. Menurutnya, penerapan kebijakan ini secara gradual lebih realistis. “Kalau 100%-nya mungkin bisa dikurangi, misalkan dari 30% menjadi 50% atau 70% untuk perusahaan tier tertentu,” ucap Bhima.

Untuk mengimbangi dampak kebijakan ini, pemerintah berencana memberikan berbagai insentif, termasuk dukungan dari sektor perbankan dan cash collateral. Namun, Huda menilai insentif tersebut belum cukup. “Pengusaha lebih membutuhkan kejelasan mengenai arus kas di perusahaannya,” ujarnya. Editor: Ferrika Lukmana Sari

Sumber: katadata.co.id, 22 Januari 2025

DHE Wajib 100% Parkir di RI 1 Tahun: Pukulan Telak Sektor Tambang

KALANGAN pelaku industri pertambangan berpendapat wajib penempatan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) di dalam negeri sebanyak 100% dan jangka waktu satu tahun bakal menyulitkan perusahaan sektor tersebut.

Kebijakan ini jauh lebih ketat dibandingkan dengan aturan sebelumnya yang hanya mempersyaratkan penempatan DHE SDA paling sedikit 30% selama minimal tiga bulan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia/Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengaku belum bisa berkomentar lebih jauh karena revisi peraturan pemerintah tersebut belum terbit. Namun, dia berharap rencana aturan tersebut tidak menjadi kenyataan.

“Dengan aturan yang saat ini berlaku [parkir DHE SDA 30% selama 3 bulan] saja sudah menyulitkan perusahaan dalam mengelola arus kas, apalagi jika aturannya lebih ketat,” tegas Hendra saat dimintai konfirmasi, Rabu (22/1/2025).

Senada, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) dengan tegas menolak rencana aturan baru wajib penempatan domestik DHE SDA tersebut.

“Semua menolak. Seluruh asosiasi menolak. Bukan hanya [sektor] tambang, bukan hanya SDA. Pokoknya [industri] yang [berorientasi] ekspor,” kata Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey.

Dia menegaskan sejumlah asosiasi seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) hingga Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) kompak menolak kebijakan tersebut.

Menurutnya, aturan baru itu tidak sebanding dengan jumlah bunga bank yang dibayarkan ketika perusahaan tambang meminjam kredit di perbankan.

Tidak hanya itu, seluruh biaya produksi juga naik imbas penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12%, sedangkan harga nikel makin hari makin menurun.

Belum lagi, sektor pertambangan juga diwajibkan mengimplementasikan mandatori biodiesel B40 yang berlaku efektif mulai Februari 2025.

“[Isu] yang paling berdampak kan harga jual turun. Harga bahan baku naik. Cash flow dikunci gitu loh. Risiko kredit macet juga bisa karena nickel processing ini kan very capital intensive,” tutur Meidy.

“Itu kan dana parkir kan [nanti] mati dong [usaha] saya.”

Berlaku Maret

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan perubahan ketentuan DHE SDA dengan wajib penempatan 100% dan jangka waktu satu tahun akan berlaku 1 Maret 2025.

Airlangga mengatakan pemerintah saat ini memang sedang melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah No. 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan SDA untuk menjadi landasan hukum perubahan ketentuan tersebut.

“Terhadap kebijakan ini, pemerintah akan segera merevisi PP No. 36/2023 dan akan diberlakukan per 1 Maret tahun ini,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (21/1/2025).

Selain itu, Airlangga mengatakan pemerintah akan memberikan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan terkait dengan perubahan ketentuan tersebut.

Di sisi lain,  pemerintah dan Bank Indonesia (BI) juga berjanji akan menyiapkan fasilitas berupa tarif pajak pertambahan nilai (PPh) 0% atas pendapatan bunga pada instrumen penempatan devisa hasil ekspor.

Sekadar catatan, ketentuan PPh sebelumnya termaktub dalam Peraturan Pemerintah No. 22/2024 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Penempatan DHE SDA pada Instrumen Moneter dan/atau Instrumen Keuangan Tertentu di Indonesia.

Beleid itu mengatur penghasilan yang diterima atau diperoleh eksportir dari penempatan DHE SDA pada instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu di Indonesia, dikenai PPh yang bersifat final.

“Kemudian atas instrumen penempatan devisa hasil ekspor, agunan kredit rupiah kalau mau menggunakan back to back, eksportir dapat memanfaatkan instrumen penempatan DHE sebagai agunan back to back kredit rupiah dari bank maupun Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia [LPEI] untuk kebutuhan rupiah di dalam negeri,” ujarnya. (mfd/wdh)

Sumber: bloombergtechnoz.com, 22 Januari 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *