Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

Work Hours
Monday to Friday: 7AM - 7PM
Weekend: 10AM - 5PM

Sepekan Dunia Pertambangan

Informasi Dunia Pertambangan Indonesia dan Luar Negeri dalam Sepekan Terakhir

Nikel Hadapi Masa Suram pada 2024, Ada Harapan Tahun Depan?

Periode 2024 menjadi tahun cukup pahit bagi nikel sebagai komoditas mineral logam andalan ekspor Indonesia. Harga nikel tahun ini menyentuh rekor terendah dalam empat tahun terakhir setelah sebelumnya diproyeksikan mencapai US$18.000/ton, turun dari perkiraan sebelumnya di level US$20.000/ton, menurut lengan riset dari Fitch Solutions Company, BMI.

Hari ini, nikel di London Metal Exchange (LME) dilego di US$15.311/ton, turun 1,07% dari hari sebelumnya. Harga berjangka nikel di LME sempat turun sebanyak 2,3% pada Kamis (19/12/2024), ke level terendah sejak November 2020. Nikel turun 1,8% menjadi US$15.235 per ton di LME pada penutupan Kamis pekan lalu. 

Gejala ambruknya harga nikel sudah terdeteksi sejak tahun lalu. Rerata harga sepanjang 2023 berada di angka US$21.688/ton atau terpelanting 15,3% dari tahun sebelumnya US$25.618/ton. Kemerosotan itu dipicu oleh pasar yang terlalu jenuh ditambah dengan lesunya permintaan.

“Kami memperkirakan dinamika serupa akan membatasi pertumbuhan harga nikel pada 2024 seiring dengan makin majunya produksi dari produsen utama, China Daratan dan Indonesia,” papar BMI dalam laporannya medio April, tahun ini.

Komoditas yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik tersebut telah menjadi salah satu logam yang berkinerja terburuk di antara logam industri di bursa LME tahun ini.

Pada saat yang sama, papar mereka, prospek ekonomi global yang lemah di negara-negara besar akan menjaga permintaan tetap rendah. Walhasil, peningkatan surplus nikel global masih membayangi pada tahun ini.

“Kami memperkirakan pasar nikel akan tetap mengalami surplus pada 2024, dengan level keseimbangan sekitar 263 kiloton [kt], di tengah peningkatan pasokan yang signifikan dari Indonesia. Sementara itu, prospek ekonomi global yang lemah menimbulkan risiko penurunan permintaan,” kata para periset BMI.

Masalah Oversupply

Pasokan dari Indonesia telah memenuhi pasar global dan menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam pasokan nikel global, dengan produksi diperkirakan melonjak dari 2,4 juta ton pada 2019 menjadi 4,3 juta ton pada 2024.

Indonesia kini muncul sebagai produsen utama nikel olahan di tingkat global, berkat perusahaan-perusahaan dalam dan luar negeri yang dengan cepat memperluas kapasitas produksi pabrik pengolahan dan pemurnian.

“Kami memperkirakan Indonesia akan mempertahankan posisinya sebagai produsen nikel olahan terdepan selama periode 2024—2033, dengan produksi diproyeksikan meningkat dari 1,7 juta ton pada 2024 menjadi 3,8 juta ton pada 2033.” 

Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan saat ini Indonesia berperan sekitar 53% sampai 65% dari total produksi dan suplai nikel dunia.

Dia menyebut produksi tambang nikel Indonesia pada 2023 mencapai hampir 2 juta metrik ton (mt). Hal tersebut memicu gelombang kelebihan pasokan di pasar global yang mendorong tren penurunan harga nikel lebih lanjut.

“Pada 2024, [produksi nikel RI] menurun sebenarnya. Kita over tahun lalu, tetapi tahun ini agak direm karena ada masalah RKAB dan masalah kekurangan bahan baku. Sebenarnya ini masukan kami kepada pemerintah juga, supaya [produksi nikel] jangan over. Itu kan kembali ke produksi bijih nikel,” kata Meidy kepada Bloomberg Technoz, belum lama ini.

Meidy pun sepakat jika pemerintah hendak memangkas kuota produksi dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) pertambangan nikel, dengan catatan volume pembatasannya tidak terlalu besar.

“Ya mudah-mudahan dengan begitu harga bisa naik, walaupun sedikit. Lalu, kita juga bisa mengontrol kapasitas produksi dari nikel-nikel kelas 2, begitu,” tuturnya.

Dia pun menilai, meski pemerintah merencanakan pembatasan, masalah oversupply nikel di pasar global kemungkinan masih akan terjadi pada 2025, meski tidak separah kondisi pada 2023. Terlebih, banyak pabrik pengolahan atau smelter nikel di Eropa yang tutup.

Ke depan, Meidy berharap pemerintah lebih jeli dalam memetakan prospek suplai dan permintaan komoditas global, serta tidak hanya memikirkan kepentingan produsen dan penambang di dalam negeri.

“Karena dampak atas kebijakan yang diambil Pemerintah Indonesia akan sangat signifikan. Mau enggak mau, kalau kita salah produksi, kita overproduksi, atau kita kurang produksi; itu berdampak pada dunia loh,” tegasnya.

Upaya Pemangkasan

Di tengah perkembangan harga yang tertekan pada 2024, Indonesia dilaporkan berupaya menurunkan jumlah bijih nikel yang diizinkan untuk ditambang pada 2025 menjadi 150 juta ton, menurut orang-orang yang mengetahui masalah tersebut kepada Bloomberg.

Nikel — yang mencapai puncaknya di atas US$100.000 per ton pada 2022 selama periode short squeeze yang terkenal — mengalami tren penurunan sekitar 8% tahun ini

Hal itu sebagian disebabkan oleh gelombang pasokan baru yang sebelumnya diharapkan dari Indonesia dan perlambatan penjualan kendaraan listrik.

Tiga sentimen

Di sisi lain, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memaparkan tiga tantangan yang akan memengaruhi harga nikel pada 2025.

Imaduddin Abdullah, Direktur Kolaborasi Internasional Indef, mengatakan prospek harga nikel dalam jangka pendek kemungkinan bakal tertekan karena tiga faktor utama.

Pertama, masalah struktural berupa ketidaksimbangan pasar lantaran terjadi oversupply nikel kelas 1 (battery grade) di tingkat global.

“Produksi Indonesia-China, padahal, terus meningkat dan diproyeksikan mencapai 75% pangsa pasar dunia dalam 5 tahun ke depan,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, baru-baru ini.

Kedua, pelemahan permintaan nikel dari sektor industri baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).

Imaduddin menyebut porsi nikel dalam industri baterai EV kemungkinan hanya mencapai 15% dari total permintaan dunia. Hal ini salah satunya dipicu pergeseran teknologi ke baterai lithium ferro phosphate (LFP), terutama di China.

“Di sisi lain, permintaan nikel untuk industri baja nirkarat atau stainless steel dari China—selaku importir terbesar nikel RI — diproyeksikan melambat, dan hanya mencakup ⅔ dari total permintaan nikel menjelang 2025,” terangnya.

Ketiga, indikator harga nikel terkini menunjukkan adanya tren pelemahan dengan harga di LME untuk kontrak tiga bulan hanya mencapai US$16.316/ton pada Oktober 2024, terendah sejak September tahun lalu.  

Meski beberapa produsen nikel mulai memangkas produksi dan menunda proyek baru karena tekanan harga, dampak dari tindakan ini kemungkinan belum cukup mengimbangi tekanan dari oversupply dan pelemahan permintaan.

“Hal ini membuat harga nikel diperkirakan bergerak stagnan atau datar [pada 2025], dengan kecenderungan melemah dalam beberapa waktu ke depan,” kata Imaduddin.

Harga 2025

Meski terjadi tren penurunan harga, holding industri pertambangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN),  PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) memproyeksikan harga nikel pada 2025 bisa mencapai lebih dari US$16.000/ton, meski belum akan rebound ke level tertinggi historisnya di atas US$20.000/ton.

Proyeksi penguatan harga nikel pada tahun depan didasari oleh tren penutupan tambang komoditas mineral logam tersebut di sejumlah negara produsen yang berbiaya produksi tinggi, seperti Australia.

Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo mengatakan harga nikel di Indonesia telah diantisipasi sejak awal 2024, sehingga rerata biaya produksi di smelter-smelter nikel dalam negeri maksimum hanya US$11.000/ton.

Dilo menyebut rerata harga nikel di LME berada di kisaran US$16.000/ton tahun ini. Adapun; harga nickel matte, nickel pig iron (NPI), dan feronikel (FeNi) yang diproduksi Indonesia hanya US$13.500/ton.

Dengan demikian, menurutnya, Indonesia masih akan mendapatkan keuntungan karena biaya produksinya hanya sekitar US$11.000/ton.

“Masalahnya Australia enggak bisa. Mereka biaya produksinya sudah US$14.000-an, mati [tambang nikelnya]. Nah, begitu Australia nikelnya mati, suplai globalnya kurang. Kalau suplainya kurang kan cenderung mengerek harga ke atas. Ini Filipina juga udah pada mati semua [tambang nikelnya] . Di Eropa juga sudah pada mati semua karena cash cost-nya mereka tinggi,” kata Dilo usai kegiatan MIND ID Commodities Outlook, bulan lalu.

Di sisi lain, Dilo menyebut permintaan nikel dunia ke depannya akan meningkat untuk kebutuhan kendaraan listrik dan baja nirkarat, sehingga posisi Indonesia sebagai produsen terbesar pun diuntungkan.

Sementara itu, ketersediaan nikel di dunia berkurang imbas negara lain menutup tambangnya. 

Makanya itu tadi analisis saya, kalau dari sisi nikel mungkin akan ada growth [pertumbuhan] pada tahun depan harganya,” jelas Dilo. (mfd/wdh)

Sumber: bloombergtechnoz.com, 30 Desember 2024

Pemerintah Resmi Terapkan Larangan Ekspor Konsentrat Tembaga Mulai 1 Januari 2025

Pemerintah telah resmi menerapkan larangan ekspor konsentrat tembaga pada Rabu, 1 Januari 2025. Larangan ini sekaligus memupus harapan PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk mendapat memperpanjang izin ekspor konsentrat tembaga usai insiden kebakaran pada fasilitas pengolahan dan permurnian (smelter) mereka yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik JIIPE, Jawa Timur, Senin (14/10). 

Adapun, jadwal penerapan pelarangan ekspor ini telah diungkap oleh Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Andri Gilang Nugraha.   

“Saat ini larangan ekspor tersebut masih berlaku sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 10 Tahun 2024 tentang Barang yang Dilarang Ekspor per 1 Januari 2025,” ungkap Andri saat dihubungi Kontan, Kamis (02/01).  

Andri menegaskan, dalam Permendag No 10/2024 terdapat daftar mineral yang dilarang diekspor terhitung sejak 1 Januari 2025.

Adapun dalam daftar, mineral tembaga yang dilarang diekspor adalah adalah bijih tembaga dengan Harmonized System Code (HS Code) ex 2603.00.00 dan konsentrat tembaga dengan HS Code ex 2603.00.00.  “Permendag tersebut masih berlaku sesuai ketentuan,” tambahnya. 

Dari pihak Bea Cukai, Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Budi Prasetiyo menyampaikan hal yang sama.

Budi mengatakan sampai saat ini belum ada perubahan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) No 06/2024 yang digunakan sebagai dasar relaksasi ekspor konsentrat mineral. 

“Karena belum ada perubahan, sesuai Permendag 20/24 dan Permendag 21/24 konsentrat mineral per 1 Januari 2025  barang ini (konsentrat tembaga) masuk larangan ekspor,” kata Budi saat dihubungi Kontan, Kamis (02/12). 

Asal tahu saja, daftar mineral yang masuk dalam larangan ekspor di Permendag No 10/2024 diambil berdasarkan Permen ESDM No 06/2024. Sehingga, dengan tidak adanya perubahan di Permen ESDM maka tidak ada perubahan pula pada daftar mineral yang dilarang ekspor di Permendag. 

Sumber: industri.kontan.co.id, 2 Januari 2025

Harga Komoditas Lesu di Perdagangan Perdana 2025

Memasuki awal tahun 2025, harga komoditas terpantau lesu pada penutupan perdagangan perdana, Kamis (2/1), kecuali minyak mentah yang menguat 2 persen.

Harga CPO melemah sekitar 2,4 persen, diikuti oleh timah dan nikel yang masing-masing merosot 1,8 persen dan 1,7 persen. Berikut rangkumannya dari berbagai sumber.

Minyak Mentah

Harga minyak mentah naik pada Kamis, karena investor kembali untuk hari perdagangan pertama tahun 2025 dengan pandangan optimis terhadap ekonomi China dan permintaan bahan bakar setelah janji Presiden Xi Jinping untuk mendorong pertumbuhan.

Sementara itu, melonjaknya persediaan bensin dan sulingan di AS menekan harga dan membatasi keuntungan.

Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent ditutup pada USD 75,93 per barel, naik 1,7 persen. Harga minyak mentah West Texas Intermediate AS ditutup pada USD 73,13 per barel, naik 2 persen.

Batu Bara

Sedangkan harga batu bara melemah pada penutupan perdagangan Kamis. Harga batu bara berdasarkan situs tradingeconomics turun 0,52 persen dan menetap di USD 124.60 per ton.

Harga batu bara Newcastle anjlok sekitar 5,04 persen sepanjang tahun 2024. Pada 1 Januari 2024, harga batu bara berada di level USD 131.55 per ton, namun berakhir di kisaran USD 125 per ton.

Di penghujung tahun 2024, harga batu bara dipengaruhi melonjaknya pasokan yang mengimbangi permintaan yang kuat dari konsumen utama, China. Data menunjukkan produksi batu bara China rata-rata 14,27 juta ton per hari pada November, tertinggi yang pernah tercatat, meningkat tajam dari 12,28 juta ton per hari pada bulan sebelumnya.

CPO

Harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) merosot pada penutupan perdagangan Kamis. Berdasarkan situs tradingeconomics, harga CPO turun 2,43 persen menjadi MYR 4.336 per ton.

Sepanjang tahun 2024, harga CPO menguat sekitar 21,42 persen, didorong oleh meningkatnya permintaan di tengah stagnasi produksi di negara-negara produsen utama. Sementara itu, Uni Eropa telah menyetujui penundaan satu tahun untuk undang-undang deforestasi, yang akan berlaku pada Desember 2025.

Dinamika harga CPO di penghujung tahun disebabkan kekhawatiran ekspor yang melemah. Di India, pembeli terbesar, pembelian minyak sawit November turun sedikit menjadi 841.993 metrik ton Namun, tanda-tanda permintaan yang kuat dari pembeli utama China menjelang Tahun Baru Imlek pada akhir Januari membantu membatasi kerugian.

Di Indonesia, pemerintah akan memulai mandat biodiesel B40 pada awal Januari 2025, sementara menaikkan pungutan ekspor minyak sawit mentah menjadi 10 persen dari 7,5 persen untuk mendukung subsidi.

Nikel

Harga nikel terpantau mengalami penurunan pada penutupan perdagangan Kamis. Harga nikel berdasarkan tradingeconomics menurun 1,70 persen menjadi USD 15.040 per ton.

Sepanjang tahun 2024, harga nikel melemah sekitar 6,35 persen. Pada 1 Januari 2024, harga nikel dijual dengan harga USD 16.055 per ton. Harganya terus menurun hingga berada di level USD 15.200 per ton, angka terendah dalam 4 tahun terakhir.

Harga nikel menembus angka terendah di tengah tekanan dari dolar yang lebih kuat, permintaan yang tidak pasti, dan pasokan yang melimpah terutama produksi yang tinggi dari Indonesia, pemasok utama dunia, bertahan hingga paruh kedua tahun 2024. Hal ini memperpanjang melonjaknya tingkat pasokan yang disebabkan oleh lonjakan proyek peleburan China di Indonesia setelah melarang ekspor bijih nikel pada tahun 2020.

Timah

Sementara itu, harga timah juga terpantau mengalami penurunan pada penutupan perdagangan Kamis. Berdasarkan London Metal Exchange (LME), harga timah menurun 1,8 persen menjadi USD 28.557 per ton.

Berdasarkan catatan tradingeconomics, sepanjang tahun 2024, harga timah melesat 15,48 persen. Pada 1 Januari 2024, harga timah berada di level USD 24.585 per ton.

Harga timah bahkan sempat hampir menyentuh USD 35.000 per ton pada April 2024 lalu dan relatif stabil di beberapa bulan kemudian. Namun pada pertengahan November, harganya kembali anjlok di kisaran USD 28.000 per ton.

Sumber: kumparan.com, 3 Januari 2025

Batu Bara Mengawali 2025 di Zona Merah

Harga batu bara turun pada perdagangan kemarin. Setelah mengecewakan pada 2024, si batu hitam mengawali 2025 di zona merah.

Pada Kamis (2/1/2025), harga batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan ini dihargai US$ 124,6/ton. Melemah 0,52% dibandingkan penutupan perdagangan sebelum libur Tahun Baru.

Sepanjang 2024, harga batu bara anjlok lebih dari 14%. Tahun ini, tren negatif tersebut belum berhenti.

Padahal batu bara masih mendapat tempat, meski kesadaran akan kelestarian lingkungan meningkat. Konsumsi listrik yang terus tumbuh membuat sejumlah negara harus berpikir ulang soal ‘pensiun dini’ batu bara.

International Energy Agency (IEA) pun berubah pikiran. Organisasi yang berkantor pusat di Paris (Prancis) itu awalnya memperkirakan konsumsi batu bara akan memuncak pada 2024 dan jatuh setelahnya.

Namun dalam laporan terbarunya, IEA memperkirakan konsumsi batu bara masih akan naik hingga 2027. Walau permintaan batu bara di negara-negara Barat turun, tetapi masih meningkat di China dan India.

Analisis Teknikal

Bagaimanakah proyeksi harga batu bara hari ini? Apakah tren negatif akan putus atau malah terus?

Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), batu bara masih terjebak di zona bearish. Tercermin dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 26,44. RSI di bawah 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bearish.

RSI batu bara juga sudah hampir menyentuh 20. Artinya, komoditas ini sudah nyaris jenuh jual (oversold).

Oleh karena itu, sejatinya harga batu bara berpeluang naik. Target resisten terdekat adalah US$ 130/ton yang merupakan Moving Average (MA) 20. Jika tertembus, maka MA-50 di US$ 137/ton bisa menjadi target berikutnya.

Sedangkan target support terdekat ada di US$ 120/ton, Penembusan di titik ini berisiko menyeret harga batu bara turun lagi menuju US$ 117/ton. (aji)

Sumber: bloombergtechnoz.com, 3 Januari 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *