Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Work Hours
Monday to Friday: 7AM - 7PM
Weekend: 10AM - 5PM
Indonesian Mining Institute mengucapkan selamat dan sukses atas dilantiknya Dr. Ir Ridwan Djamaluddin, M.Sc sebagai Direktur Jenderal Minerba.
Kami juga turut mengucapkan selamat kepada:
Semoga senantiasa diberikan kesehatan dan kekuatan dalam mengemban amanah yang diberikan.
HILIRISASI KOMODITAS
Peningkatan nilai tambah mineral dan batubara merupakan bentuk nyata agar pemanfaatan sumber daya mineral dan batubara dapat dilaksanakan untuk kesejahteraan rakyat sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dalam usulan Pasal 102 UU No 3 Tahun 2020 disebutkan kewajiban untuk membangun smelter bagi penambang berdasarkan peningkatan nilai ekonomi dan kebutuhan pasar. Selain itu, pemerintah lebih memperjelas mengenai kewajiban untuk melakukan peningkatan nilai tambah. UU No 3 Tahun 2020 mewajibkan melakukan PNT bukan hanya untuk komoditas mineral dan batubara saja, tetapi juga untuk komoditas tambang batuan.
Aturan ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan smelter di Indonesia yang tentunya akan berdampak pada meningkatnya nilai investasi di sektor pertambangan. Selain itu, juga diharapkan agar keberadaan smelter tidak hanya sebagai formalitas tetapi mampu memberikan dampak terhadap peningkatan nilai tambah pada komoditas. Dengan demikian, akan tercipta industry pertambangan yang mandiri atau tidak selalu bergantung dengan pasar luar negri. Tentunya, hal ini juga perlu didukung dengan kondisi industr i dalam negeri dalam menyerap hasil pengolahan dan/atau pemurnian mineral dan batubara.
PERAN BATUBARA BAGI KETAHANAN ENERGI NASIONAL
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Dari Sabang sampai Merauke, Tanah Air tercinta diberkahi kekayaan alam dan hasil bumi yang bisa dimanfaatkan untuk masyarakat dan negara. Salah satu hasil bumi Indonesia yang cukup melimpah adalah batu bara. Sebagai salah satu sumber energi utama, batu bara dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, hingga sumber energi pokok untuk industri peleburan logam, semen, tekstil, kertas, dan lainnya.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Geologi, Indonesia memiliki potensi tambang batu bara sebesar 161 miliar ton, yang tersebar di beberapa pulau utama Tanah Air, termasuk Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Dengan melimpahnya batu bara yang dimiliki, Indonesia pun menjadi salah satu produsen dan eksportir batu bara terbesar di dunia.
Indonesia mengekspor 70 sampai 80 persen total produksi batu bara, dan sisanya dialokasikan untuk kebutuhan domestik. Negara tujuan ekspornya beragam, termasuk China, India, Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara di kawasan Eropa.
HILIRISASI KOMODITAS
Larangan ekspor bijih nikel yang telah diberlakukan sejak awal tahun 2020 menjadi langkah awal perwujudan hilirisasi di Indonesia. Sebagai informasi, sebelum adanya larangan impor bijih nikel, 98% bijih nikel diekspor ke China dan sisanya ke Eropa untuk diolah lebih lanjut. Hal ini sungguh miris mengingat Indonesia merupakan pemilik deposit nikel terbesar di dunia, namun tidak dapat menikmati hasil dari pengolahan dengan nilai yang lebih besar. Harapannya, dengan adanya larangan ekspor ini, investor akan datang ke Indonesia untuk membantu mewujudkan hilirisasi sehingga Indonesia dapat menikmati hasil dari kekayaan sumber daya alamnya dengan maksimal.
Berdasarkan data ESDM, saat ini sedang dibangun 48 proyek smelter nikel dan ditargetkan akan selesai pada tahun 2024. Dengan cadangan nikel Indonesia sejumlah 21 juta ton, bisa diproyeksikan akan bertahan sampai 30 tahun ke depan. Namun proses pembangunan smelter saat ini terkendala pandemi COVID-19 dan kesulitan industri nikel untuk membangun smelter. Oleh karena itu, Kementerian ESDM terus menjembatani apa yang diperlukan para investor untuk dapat merealisasikan smelter.
Sumber: https://duniatambang.co.id/
Pemerintah makin gencar melakukan pembangunan smelter nikel mengingat segmen baterai lithium tumbuh pesat selama kurun waktu satu tahun terakhir ini. Industri kendaraan listrik diprediksi akan tumbuh cepat pada tahun-tahun yang akan datang. Indonesia dapat memainkan peranan yang strategis ke depan karena memiliki bahan baku primer untuk baterai kendaraan listrik, khususnya nikel, kobalt, alumunium, tembaga dan mangan, serta pasar domestik mobil dan kendaraan bermotor yang cukup besar. Cadangan nikel di Indonesia adalah dalam bentuk deposit nikel laterit yang merupakan produk laterisasi atau pelapukan batuan ultramafik (batuan yang mengandung magnesium dan besi).
Baterai merupakan komponen kunci untuk kendaraan listrik dan berkontribusi sekitar 35-40% dari harga mobil listrik pada saat ini. Komponen biaya terbesar untuk pembuatan baterai mobil listrik adalah biaya materialnya yang mencapai kurang lebih 60% dari total biaya pembuatan baterai.
Mobil listrik menggunakan baterai lithium ion dengan lithium nikel, kobalt, mangan dan alumunium digunakan sebagai bahan baku material katoda serta grafit sebagai material anodanya. Material katoda memberikan kontribusi paling tinggi terhadap harga sel baterai lithium yaitu sekitar +-34%. Guru besar ITB Bidang Metalurgi Ekstraksi, Prof. Dr.mont. M. Zaki Mubarok, S.T., M.T., memperkirakan penjualan mobil listrik di dunia akan terus meningkat mencapai +- 55%, pada tahun 2040 sekitar 48%-nya adalah mobil listrik berbasis baterai.
Di Indonesia telah ditandatangani Peraturan Presiden No.55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan. Menurutnya, Indonesia dapat memainkan peran strategis pada industri kendaraan listrik karena ketersediaan bahan baku dan juga pasar domestik untuk mobil dan sepeda motor.
Menurut data Reuters, pasar baterai secara global tumbuh 17% menjadi 4,2 milyar euro pada tahun 2019, di dominasi segmen baterai lithium yang melonjak 21% menjadi 1,6 miliar euro. Tren global ini membuat mineral nikel yang melimpah di Indonesia semakin bersinar. Pada tahun 2024, Indonesia ditargetkan menjadi negara pengekspor baterai litium terbesar ke dua di dunia. Indonesia bahkan bisa menjadi pemeran kunci dan produsen terbesar di dunia pada tahun 2026 karena Filipina yang mempunya deposit nikel terbesar kedua setelah Indonesia akan habis pada 2 tahun ke depan.
Untuk mewujudkan hal ini Pemerintah telah menyiapkan 3 kawasan industri terintegrasi untuk produksi baterai lithium, di antaranya:
Sementara itu, di bidang investasi baterai lithium, Indonesia memiliki peluang merebut investasi baterai lithium akibat perang dagang antara AS dengan Tiongkok. Penerapan tarif tinggi atas baterai lithium dari Tiongkok telah menyebabkan sejumlah pengusaha EV AS tidak lagi berkeinginan untuk menggunakan baterai lithium asal Tiongkok.
Sebagai strategi untuk keberlanjutan bisnis mereka, perusahaan baterai lithium Tiongkok pada umumnya tidak berkeberatan untuk merelokasi investasi mereka ke Indonesia. Salah satunya, yakni proyek pembangunan pabrik pengolahan di daerah Konawe, Sulawesi Tenggara, PT Virtue Dragon Nickel Industry yang menginvestasikan sekitar USD1,4 miliar untuk smelter nikel.
Sebagai informasi, PT Virtue Dragon Nickel Industry merupakan pabrik High Pressure Acid Leaching (HPAL) nikel yang merupakan proyek persiapan dari industri baterai litium. Smelter tersebut memiliki 15 line atau tungku produksi Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) dengan kapasitas produksi
600.000 hingga 800.000 ton pertahun nickel pig iron (NPI) yang memiliki kadar 10-12 persen. Proyek yang dikerjakan oleh PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS) ini, telah diputuskan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional. Akan tetapi, pembangunan proyek smelter ini bukan tanpa kendala. Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang signifikan terhadap kegiatan pembangunan smelter. Pembangunan smelter sempat terhenti akibat terhentinya pengiriman peralatan, tenaga kerja, dan pencairan dana pembangunan. Berdasarkan perkiraan ESDM apabila pandemi ini berakhir pada pertengahan tahun, maka penyelesaian smelter akan tertunda hingga akhir tahun 2022. Namun apabila berkepanjangan bisa berakibat pada tertundanya pembangunan sampai tahun 2023
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, kehadiran pekerja asing itu masih dibutuhkan oleh Indonesia. Pasalnya, Indonesia belum memiliki kualitas tenaga kerja yang mumpuni untuk mengerjakan proyek smelter tersebut. Memang harus diakui tenaga kerja kita belum siap menghadapi industri seperti ini. Oleh karena itu, pembangunan ini masih dilakukan oleh tenaga asing menggunakan teknologi VDNI yang berasal dari China.
Setelah proyek ini selesai, Luhut menyebutkan bahwa para TKA Cina yang akan dipekerjakan, akan dikurangi dan digantikan dengan pekerja dari dalam negeri hingga sekitar 92 persen dari total pekerja yang dibutuhkan. Hal ini akan dilakukan dengan melatih para pekerja pada politeknik yang saat ini tengah dibangun di daerah tersebut dan juga proses alih teknologi dengan para TKA. Luhut memperkirakan pada 2023, Indonesia akan memasuki rantai pasok global dalam baterai lithium. Namun demi mencapai tujuan tersebut, menurutnya, harus ada perantara, seperti pertukaran teknologi saat ini yang terjadi antara Indonesia dan Cina.
Untuk meningkatkan kapasitas tenaga kerja lokal Indonesia, VDNI program pendidikan dan pelatihan dengan mengirimkan 80 putra daerah Sulawesi Tenggara untuk belajar ke universitas terkenal di China. Program pendidikan tersebut berlangsung selama 1 tahun dengan jurusan pendidikan yang ditempuh adalah peleburan logam di Universitas Yunnan Kunming Metalurgical sebanyak 46 orang dan jurusan pembangkit listrik di Yancheng Institute of Technology sebanyak 34 orang. Program ini juga merupakan bagian dari program alih teknologi dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hilirisasi ini memberikan manfaat bagi bangsa Indonesia, tidak hanya peningkatan pendapatan negara namun juga dalam hal pendidikan, alih teknologi, dan lapangan kerja
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong terealisasinya proyek-proyek gasifikasi batubara di Tanah Air, termasuk rencana pembangunan coal to methanol di Batuta Coal Industrial Park (BCIP), Kutai Timur, Kalimantan Timur. Proyek coal to methanol dengan proses gasifikasi batubara merupakan industri pionir di Indonesia. Hingga saat ini belum ada industri kimia dengan teknologi proses gasifikasi batubara
Pembangunan proyek pabrik metanol dari batubara dengan proses gasifikasi tersebut, merupakan upaya peningkatan kapasitas industri metanol di Indonesia yang kebutuhannya terus meningkat. Kebutuhan metanol di Indonesia telah mencapai 1,1 juta ton pada 2019. Sementara itu, Indonesia hanya memiliki satu produsen metanol, yaitu PT Kaltim Methanol Industri di Bontang, dengan kapasitas sebesar 660 ribu ton per tahun.
Menurut Menperin, industri metanol merupakan industri petrokimia yang memegang peranan sangat penting bagi pengembangan industri di hilirnya. Bahan baku metanol sangat dibutuhkan dalam industri tekstil, plastik, resin sintetis, farmasi, insektisida, plywood. Metanol juga sangat berperan sebagai anti-freeze dan inhibitor dalam kegiatan migas. Kemudian metanol merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan biodiesel.
Selain itu, metanol dapat diolah lebih lanjut menjadi Dimethyl Ether (DME) yang dapat dimanfaatkan sebagai produk bahan bakar. “Metanol akan terus memainkan peran penting sebagai bahan baku utama di industri kimia. Hal tersebut secara pasti akan membuat kebutuhan metanol meningkat di masa mendatang.
Proyek gasifikasi batubara ini bisa mengurangi impor metanol senilai 250 juta dollar per tahun. Kedua pihak bersepakat mengerjakan proyek gasifikasi batubara menjadi metanol dengan kemampuan produksi 2 juta ton per tahun. Proyek yang dijadwalkan beroperasi pada 2024 ini dengan menyerap 5.000 tenaga kerja baru.
Penandatanganan kerja sama tersebut telah dilakukan secara virtual yang melibatkan Air Products, PT Bakrie Capital Indonesia (BCI), dan PT Ithaca Resources dengan nilai proyek sebesar 2 miliar dollar AS atau setara Rp 29,6 triliun.
Menurut Direktur Utama PT Bakrie & Brothers Tbk Anindya Bakrie, dalam kesepakatan itu, pihaknya memasok kebutuhan batubara 6 juta ton per tahun untuk menghasilkan metanol 2 juta ton per tahun. Batubara yang digunakan untuk proyek gasifikasi adalah batubara dengan kadar rendah, yaitu 3.600 kilokalori per kilogram sampai 4.200 kilokalori per kilogram.
Nilai investasi 2 miliar dollar AS adalah biaya yang dikeluarkan Air Products untuk membangun pabrik berikut peralatan dan teknologinya. Adapun Grup Bakrie berperan sebagai penyedia kawasan, pembangun infrastruktur pendukung, seperti jaringan pipa dan pelabuhan, serta penyerap dan memasarkan produk. Namun, tidak disebutkan berapa investasi yang akan dibelanjakan Grup Bakrie itu.
General Manager Business Development PT Bakrie Capital Indonesia Rio Supin menambahkan, pihaknya berhasil menepis keraguan bahwa proyek gasifikasi di Indonesia tidak ekonomis. Pasalnya, lokasi proyek gasifikasi adalah di sekitar kawasan tambang batubara KPC. Selain itu, letaknya juga berdekatan dengan pantai yang kian memudahkan untuk urusan transportasi laut.
Sebelumnya, proyek gasifikasi batubara sudah mulai dilirik PT Bukit Asam Tbk. Perusahaan BUMN produsen batubara ini menginvestasikan Rp 4,5 triliun untuk proyek gasifikasi tersebut. Bukit Asam menggandeng sejumlah perusahaan, yaitu PT Pertamina (Persero), PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, dan Air Products asal Amerika Serikat selaku pemilik teknologi gasifikasi batubara.
Produk gasifikasi nanti direncanakan untuk menghasilkan dimetil eter dan metanol. Rencana lokasi proyek gasifikasi ada di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Gasifikasi batubara yang dikembangkan Bukti Asam dan mitra tersebut dijadwalkan beroperasi pada November 2022. Produk yang dihasilkan adalah 500.000 ton urea per tahun, 400.000 ton dimetil eter, dan 450.000 ton polypropylene. Kebutuhan batubara untuk proyek tersebut adalah 6,2 juta ton per tahun.
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mulai melakukan uji terapan untuk proyek gasifikasi batu bara coal to DME. Sekertaris Perusahaan PTBA Apollonius Andwie memastikan, proyek gasifikasi ini masih berjalan sesuai rencana. Dalam pengujian terapan, PTBA bekerja sama dengan Kementerian ESDM. Selain itu, perusahaan juga melakukan uji laboratorium untuk penggunaan DME. Harapannya, dari hasil uji ini nantinya bisa meyakinkan bahwa penggunaan DME kompatibel sebagai subtitusi elpiji. Perusahaan juga sedang menghitung angka keekonomian proyek yang melibatkan Tekmira untuk kajian cost benefit ini.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, persoalan keseimbangan suplai dan stok LPG ini ke depan bisa teratasi melalui pemanfaatan sumber energi lain, salah satunya Dimethyl Ether (DME). Apalagi 75 persen penggunaan LPG di dalam negeri itu berasal dari impor. Jika Indonesia terus bergantung impor dari sisi ketahanan energi akan tidak terlalu baik
Karakteristik DME memiliki kesamaan baik sifat kimia maupun fisika dengan LPG. DME memiliki kandungan panas (calorific value) sebesar 7.749 Kcal/Kg, smentara kandungan panas LPG senilai 12.076 Kcal/Kg. Kendati begitu, DME memiliki massa jenis yang lebih tinggi sehingga kalau dalam perbandingan kalori antara DME dengan LPG sekitar 1 : 1,6. Artinya 1 liter LPG sama dengan 1,2 liter DME.
Kelebihan lainnya, DME bisa diproduksi dari berbagai sumber energi, termasuk bahan yang dapat diperbarui. Meskipun industrinya belum ada di Indonesia, namun pengembangan pendukung teknis di dalam negeri baik dari sisi produksi dan pemanfaatan akan terus dilakukan. Direktur Indonesian Mining Institute, Hendra Sinadia, tak menampik proyek gasifikasi yang menjadi hilirisasi batubara sedang diminati oleh perusahaan batubara. Hanya saja, Hendra mengaku untuk bisa merealisasikan hal ini butuh modal yang tak sedikit. Oleh karena itu, perlu ada insentif pemerintah agar proyek ini makin ekonomis dan feasible
Peran Batubara Bagi Ketahanan Energi Nasional
Perihal industri batu bara di Indonesia yang dianggap sebagai primadona ketahanan energi nasional merupakan persoalan yang kompleks dan saling berkaitan dalam berbagai aspek. Mulai soal teknis pertambangan, bisnis, hingga regulasi yang melibatkan kebijakan pemerintah dan masukan masyarakat jadi topik yang menarik untuk ditelaah, apalagi mengingat kontribusi batu bara secara ekonomi.
Kondisi zaman yang dinamis dan terus berkembang menjadi tantangan tersendiri bagi industri batu bara di Indonesia dalam mendukung ketahanan energi nasional.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu bara Kementerian ESDM, Sujatmiko menyampaikan, industri batu bara tetap berpotensi jadi andalan energi di masa depan karena manfaatnya sebagai sumber energi kehidupan, sumber investasi, dan sumber pengembangan ekonomi nasional.
Penggunaan batubara masih didominasi oleh penggunaan listrik, namun ke depan akan dilakukan hilirisasi batubara yang dikonversi menjadi bentuk gas, kokas, atau bahan bakar cair untuk meningkatkan nilai tambah dari batubara itu sendiri.
Sejalan dengan ini, Hendra Sinadia, Direktur Indonesian Mining Institute menambahkan, saat ini adalah momentum dimana seluruh pihak yang bergerak di bidang pertambangan batu bara untuk bersatu dalam menghadapi situasi yang sulit ini.
Jika menelik ke belakang, saat krisis ekonomi tahun 2018 sektor batubara menjadi penopang perekonomian Indonesia. Namun pada pandemi COVID-19 justru terjadi penurunan permintaan dan harga batubara yang tak terelakkan. Sementara dari segi operasi penambangan dan suplai batubara masih normal.
Harga komoditas ke depan ditentukan supply-demand, yang bergantung pada-19 importir batubara dunia, terutama Tiongkok, China, dan Timur Tengah dalam menangani kasus COVID-19. Adanya perbaikan ekonomi yg sudah mulai menggeliat diharapkan mampu mendongkrak permintaan batubara. Yang perlu diwaspadai adalah kemungkinanadanya second wave sehingga perlunya adanya efisiensi dan control cost (penerapan survival mode).
Selain itu, di saat pandemi seperti sekarang ini dibutuhkan katalis positif, salah satunya dengan diterbitkannya UU No 3 Tahun 2020. Meskipun adanya pro dan kontra, namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu kebijakan tidak ada yang betul-betul bisa memuaskan seluruh pihak.
Suatu kebijakan tentu akan melihat prespektif dari negara, masyarakat, dan pelaku usaha. Dengan disahkannya UU No 3 ini, dari perspektif pelaku usaha yaitu adanya kepastian investasi, dari sisi negara adanya jaminan tambahan pendapatan negara (government take) yang lebih besar, sedangkan dari sisi masyarakat mendapatkan kepastian
lingkungan yang lebih baik. Pemerintah berusaha mem- balance semua kepentingan, karena legal certainty ini sangat penting
Sementara itu, Maman Abdurrahman, Anggota Komisi VII DPR RI menyampaikan bahwa pentingnya sumber daya batu bara ini membutuhkan regulasi yang jelas dan melindungi semua pihak, seperti Undang- undang (UU) nomor 3 tahun 2020 tentang Minerba yang disahkan Mei lalu.
Azis Armand, Vice President Director & CEO Indika Energy menyampaikan, seluruh pihak yang bergerak di industri batu bara memang butuh kepastian hukum yang melindungi usaha dari segi investasi dan tanggung jawab perusahaan. Keberadaan UU Minerba akan meningkatkan penerimaan negara. Untuk itu, ia berharap pemerintah dapat memperhatikan tiga azas yang berkaitan dengan pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Azas peningkatan penerimaan negara, azas keekonomisan, dan asas kesetaraan agar sedianya dapat dipertimbangkan. Sesuai dengan amanah UU, peningkatan penerimaan negara merupakan sesuatu yang perlu terjadi. Terkait azas keekonomisan, apa pun yang ingin dilakukan harus tetap menguntungkan kegiatan pertambangan dengan penerapan kaidah-kaidah manajemen dan biaya yang baik.
Dilihat dari azas kesetaraan, Azis berpendapat bahwa sejak diberlakukan UU dan perpanjangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), hanya dikenal istilah izin namun tidak ada lagi istilah kontrak karya atau PKP2B. Sementara di sisi lain, ada beberapa perbedaan baik dari penetapan tarif maupun pajak dan bukan pajak. Sementara barang yang diusahakan adalah sama
Azis mengatakan, Indika Energy dan anak-anak perusahaannya akan terus berpartisipasi dalam pembangunan negara, serta meningkatkan program- program pemberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan hidup.